sejarah Desa Jatisawit Indramayu - Tak Boleh Menabuh Beduk
MALAM takbir di
penghujung bulan Ramadhan, selalu dihiasi dengan maraknya tabuhan beduk semalam
suntuk yang menggema di masjid dan di surau-surau. Begitu pula pada malam
kemenangan umat Islam selalu diramaikan dengan sekelompok pemuda bersuka ria
mengadakan pawai beduk berkeliling pekampungan.
Berbeda dengan kaum
muslimin yang tinggal di Desa Jatisawit dan Desa Jatisawitlor Kecamatan
Jatibarang. Di dua desa ini sejak dulu sampai sekarang sama sekali tak pernah
terdengar alunan suara kohkol dan bedug di malam maupun di hari Idul Fitri.
Alasannya karena memang di setiap surau dan di masjid jami di dua desa ini
tidak tersedia kohkol dan bedug.
Tak bergemanya suara
kohkol dan bedug karena warga Desa Jatisawit dan Desa Jatisawitlor masih kuat
mempertahankan adat leluhurnya, bahwa di dua desa ini tak dibolehkan ada
warganya yang mencoba menabuh bedug. Alasannya, jika terdengar suara bedug
alamat akan terjadi marabahaya menimpa desa ini. Atau khawatir barangkali
bermunculan pasukan buaya Cimanuk singgah ke daratan.
Terbebasnya suara
bedug di dua desa ini sejalan dengan masih lekatnya ceritera rakyat Ki Jaka
Bajul, salah tokoh pemuda yang menjelma yang berubah wujud menjadi seekor buaya
dan menikah dengan putri cantik anaknya Kuwu Jatisawit Ki Jagantaka yang
memimpin pemerintahan desa di abad ke XVI Masehi. Ki Jaka Bajul pernah
berjanji: “Seandainya terjadi musibah menimpa warga Jatisawit, maka tabuhlah
bedug, maka para buaya akan ikut mengatasi kesulitan itu”.
Konon, di masa Desa
Jatisawit dipimpin Kuwu Jagantaka, Ki Lebe Talunkanta menemukan seekor anak
buaya dari bibir Sungai Cimanuk. Kemudian anak buaya itu dipelihara di sebuah
kolam yang berada di depan kantor kuwu. Setelah buaya itu besar, lantas
menjelma seorang pemuda tampan dinamakan Ki Jaka Bajul.
Ki Jaka Bajul
berkeinginan menikah dengan salah satu putri Ki Kuwu Jagantaka. Maka menikahlah
si pemuda ganteng itu dengan putri Ki Kuwu. Ki Jaka Bajul pindah ke habitatnya
di sungai Cimanuk hidup bersama istri tercintanya. Ki Jaka Bajul berjanji akan
selalu membantu warga Desa Jatisawit jika terjadi musibah asalkan diberikan
tanda dengan taluan bedug.
Kesaktian Ki Jaka
Bajul hingga sekarang masih sering terjadi. Seandainya ada musibah seperti
terjadi keributan, musim paceklik, wabah penyakit, serangan hama tanaman, waga
setempat sering bertemu dengan pasukan buaya mendarat ke pelataran wilayah Desa
Jatisawit dan Desa Jatisawitlor. Ketika musim tawuran perang antar desa
Jatisawit aman, bebas dari aksi tawuran.
Begitu halnya jika
ada orang hajatan atau kaulan, jika si pemangku hajat tidak memberi suguhan,
sang buaya gaib sering nongol datang menghampiri rumah tuan hajat. Dan jika
terdengar suara tabuhan bedug yang ditabuh orang lain di wilayah Desa Jatisawit
dan Desa Jatisawitlor, pasukan buaya menjelma pula.
“Karena kuatnya
warga kami dalam upaya mempertahankan tradisi itu, maka sejak dulu sampai
sekarang di Desa Jatisawit dan Jatiswaitlor tidak ada beduk yang terpampang di
mushola ataupun di masjid jami, dan tak ada yang berani warga kami mencoba
menabuh beduk,” kata Carya, Kuwu Jatisawit.
Meski tidak ada
bedug, tidak menganggu kegiatan beribadah kaum muslimin Desa Jatiswait dan Desa
Jatiswaitlor. Jika tiba saatnya waktu sholat, cukup dengan mengumandangkan
adzan melalui pengeras suara tanpa diimbuhi tabuhan kohkol dan beduk. Bahkan
kayu penabuh beduk tempo dulu pernah kentir dan sekarang tersimpan di Masjid
Jami Darussalam Desa Lobenerlor.
Cukup Sandang dan
Pangan
Desa Jatisawit merupakan desa tertua di Kecamatan Jatibarang. Desa yang diapit
antara Desa Pawidean dan Desa Krasak dengan dibatasi Sungai Cimanuk pada tahun
1981 dimekarkan dengan Desa Jatisawitlor. Dahulu kantor kuwu dan bekas kolam
itu berlokasi di Blok Blong di areal pesawahan yang sekarang menjadi wilayah
Desa Jatiswaitlor.
Dengan jumlah
penduduk 3.807 jiwa, 1.069 kepala keluarga (KK), 4 RW, dan 16 RT. Memiliki
areal pesawahan seluas 249 hektar dan tanah darat seluas 58 haktar. Dilintasi
dua sungai. Sungai membetang di tengah wilayah adalah Sungai Sindupraja dan di
sebelah barat Sungai Cimanuk. Karena dekat dengan sungai maka tidak heran Desa
Jatisawit termasuk desa subur pertanian dan perkebunannya.
Jika musim kemarau,
di saat desa-desa lain tengah dilanda kekeringan, Desa Jatisawit dan
Jatisawitlor malah subur air. Alasannya, air dari Sungai Cimanuk disedot
menggunakan pompa air kemudian air Cimanuk disalurkan ke parit-parit hingga
bisa mengairi sejumlah areal pesawahan. Sebaliknya di saat musim banjir dan
sejumlah areal pesawahan dilanda banjir, maka di Desa yang dipimpin Kuwu Carya
bebas banjir.
“Banjir bandang bisa diatasi karena airnya disedot melalui pompa air kemudian
dibuang ke Sungai Sindupraja dan Sungai Cimanuk yang jaraknya hanya beberapa
meter saja dari areal pesawahan. Oleh karena itu sarana irigasi baik dan mampu
mengatasi musibah banjir, hasil pertanian di desa kami dikenal subur,” kata
Carya.
Mayoritas penduduk
Desa jatisawit bermata pencaharian bertani, berkebun, dan bertanam mangga. Karena
subur air, hasil pertanian dan perkebunan boleh dibilang meyakinkan. Sebagian
wartganya berdagang, berniaga di rantau orang, berwiraswasta, dll. Partisipasi
masyarakat terhadap kelangsungan pemerintahan di desa cukup tinggi. Begitu
halnya kesadaran membayar kewajiban dan tingkat swadaya masyarakat cukup baik.
Tumbuhnya kesadaran masyarakat menurut Carya karena aparat desa berupaya untuk
memberi pelayanan terbaik buat masyarakat itu sendiri. Figur keteladanan dari
para pamong desa menjadi kata kunci untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat
dalam menciptakan suasana aman, damai, subur, makmur, mulih harja. Salah satu
bukti prestasi yang pernah disandanya, Desa Jatisawit berhasil meraih juara I
pada lomba PKK tingkat Kabupaten Indramayu pada tahun 2009 lalu.
Menurut
rencana dalam waktu dekat wilayah Kecamatan Jatibarang akan dimekarkan dengan
kecamatan baru bernama Kecamatan Jatisawit. Ada beberapa desa yang akan masuk
wilayah kecamatan baru terdiri dari Desa Jatisawit, Jatisawitlor, Krasak,
Kalimati, Lobener, Lobenerlor, Longok (Kecamatan Sliyeg), Desa Telukagung dan
Desa Plumbon (Kecamatan Indramayu).

Waduh... pengetahuan yg tidak mudah didapat ini. Keren, kang. Terus lanjutkan! Salam kenal ya.. saya orang Sliyeg..
BalasHapusMantep (Y)
BalasHapusBaru tau saya....
BalasHapusKalau didesa jatisawit dilarang menabuh bedug.... Suwun sanget infonya 😍😍😍😍
Ini masjid tempat aku sholat id setiap aku pulang mudik.....
BalasHapusinget dongengan wong tua jaka bajul dan buaya putih....
BalasHapuskisah desa bulak belum d posting,,,yg konon katanya 40 manusia d kutuk jadi monyet karena tidak mau shalat.....
BalasHapusTerimakasih atas saran-sarannya sedulur insyallah akan dipublikasikan lg cerita , legenda dan sejarah dari tanah Indramayu, salam kenal untuk semuanya
BalasHapusTerimakasih atas saran-sarannya sedulur insyallah akan dipublikasikan lg cerita , legenda dan sejarah dari tanah Indramayu, salam kenal untuk semuanya
BalasHapus